Angka Kemiskinan Sebabkan Tingginya Kasus Perceraian di Kabupaten Garut

28 Maret 2024, 17:41 WIB
Gedung Pengadilan Agama Garut /Joe/

PRIANGANINSIDER – Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Garut merupakan salah satu pelaku Kekuasaan Kehakiman dibawah Mahkamah Agung, bersama dengan Peradilan Negeri, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 24 ayat 1.

Kedudukan Pengadilan Agama Kabupaten Garut ditegaskan kembali dalam Ayat 2, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.

Hal tersebut disampaikan Ketua Pengadilan Agama Kabupaten Garut, Drs. H. Ayip, M.H., dalam wawancara di Kantornya, Jalan Suherman, Tarogong Kaler, Garut, Jawa Barat, Kamis (28/03/2023).

Baca Juga: Pendistribusian Benih Jagung Dilakukan Door To Door, Kelompok Tani Sumeringah

Ketua PA Garut menyebutkan, institusinya memainkan peran yang penting dalam menegakkan hukum Islam dan menyediakan mekanisme yang teratur untuk menangani kasus perceraian serta melindungi hak-hak yang terlibat dalam proses tersebut.

Menurutnya, terkait dengan tingginya angka perceraian di Kabupaten Garut tidak bisa lepas dari peran Pemerintah dalam memenuhi standar ekonomi di masyarakat.

“Kasus perceraian di Kabupaten Garut yang menembus angka 5069 kasus cerai gugat dan 1048 kasus cerai talak selama tahun 2023 menjadi fenomena yang memprihatinkan,” ungkap Ayip.

Baca Juga: Puncak Arus Mudik Di prediksi Tanggal 6-8 April, Polisi Pastikan Jalur Selatan Nagreg Siap Dilalui

Namun tingginya kasus perceraian di Kabupaten Garut juga sebagai imbas dari kesadaran masyarakat akan pentingnya mengurus hal itu di PA.

“Jika dulu banyak kasus perceraian diselesaiakan di bawah tangan, namun berkat upaya kita dengan program “Sidang di Tempat” lebih membuka cakrawala berfikir masyarakat,” imbuh dia.

Ayip menegaskan, perceraian adalah fenomena sosial yang kompleks, dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk komunikasi yang buruk, perbedaan nilai-nilai, dan ketidakcocokan.

Baca Juga: Jadwal Bioskop Godzilla X Kong: The New Empire Hari Ini Di Garut

“Namun, dalam beberapa kasus, angka kemiskinan dapat menjadi salah satu penyebab yang berkontribusi terhadap tingginya tingkat perceraian dalam suatu masyarakat,” tegasnya.

Ayip juga menjelaskan bagaimana kemiskinan dapat mempengaruhi hubungan antara pasangan dan pada gilirannya memperkuat risiko perceraian.

Drs. H. Ayip, M.H - Ketua Oengadilan Agama Garut

“Ketika keluarga berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan pendidikan, stres keuangan dapat meningkat. Stres ini bisa memicu pertengkaran dan ketegangan di antara pasangan, menyebabkan ketidakstabilan dalam hubungan mereka,” jelasnya.

Baca Juga: Krisis Pemain Melawan Bhayangkara FC, Persib Tidak Diperkuat Gelandang Andalan

Keluarga miskin mungkin menghadapi keterbatasan akses terhadap layanan bantuan pernikahan, konseling, atau dukungan sosial lainnya yang dapat membantu mereka mengatasi masalah dalam pernikahan mereka.

“Dengan keterbatasan ini dapat memperburuk konflik dan kesulitan komunikasi di antara pasangan,” tukasnya.

Ketua PA Garut berpendapat, ketika pasangan berjuang untuk bertahan hidup, prioritas mereka mungkin menjadi sangat berbeda.

Baca Juga: Pertamina Imbau Masyarakat Isi BBM Nonsubsidi Saat Mudik Lebaran

Salah satu pasangan mungkin fokus pada memenuhi kebutuhan sehari-hari, sementara yang lain mungkin merasa terabaikan atau tidak diprioritaskan. Kesulitan ini dapat mengaburkan persepsi tentang kebahagiaan dan kepuasan dalam pernikahan.

“Kemiskinan dapat menyebabkan tekanan psikologis yang signifikan, termasuk kecemasan, depresi, dan perasaan putus asa,” cetusnya.

Kurangnya sumber daya untuk mendukung pendidikan dan perkembangan anak-anak dapat menciptakan ketegangan tambahan di antara pasangan, meningkatkan kemungkinan perceraian.

Baca Juga: Sekian Lama Buron, Kejagung Tangkap Direktur Terpidana DPO

Meskipun hubungan antara angka kemiskinan dan tingkat perceraian kompleks dan multi-dimensi, penting untuk diakui bahwa kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor yang memengaruhi stabilitas pernikahan.

“Masalah seperti komunikasi yang buruk, konflik nilai-nilai, dan perubahan sosial juga dapat berperan dalam menentukan nasib suatu hubungan,” kata dia.

Namun demikian, memahami dampak kemiskinan pada hubungan pernikahan dapat membantu pembuat kebijakan dan pihak terkait untuk mengembangkan strategi yang lebih efektif dalam mengatasi masalah perceraian di masyarakat. (***)

Editor: Juhendi Majid

Tags

Terkini

Terpopuler