Network
PRIANGANINSIDER - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Garut saat ini lebih memilih menyembunyikan informasi publik dan enggan memberikan pelayanan kepada masyarakat, khsususnya warga maupun kelompok masyarakat yang menyampaikan laporan atau pengaduan dugaan tindak pidana.
Hal tersebut dikatakan salah seorang pelapor atas beberapa kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sekaligus pemerhati kebijakan publik, Asep Muhudin, SH., MH. melalui sambungan selulernya, Minggu (28/04/2024).
"Sebagai masyarakat yang berusaha taat kepada aturan, kami telah menempuh upaya hukum meminta informasi progres penanganan perkara dugaan Tipikor yang terjadi di Kabupaten Garut," ungkap Asep.
Baca Juga: HJG, Komitmen Pembangunan Masa Depan dan Iinklusif
Di antara kasus- kasus dugaan korupsi yang pernah dilaporkan Asep ke Kejari Garut diantaranya,
1. Dugaan Tipikor Pokok Pikiran DPRD Garut (Pokir),
2. Dugaan Tipikor di Inspektorat Garut,
3. Dugaan Tipikor pembangunan Joging Track pada Dinas Pemuda Dan Olah Raga (Dispora), dan
4. Dugaan Tipikor pada penerimaan retribusi pembangunan bangunan menara telkomunikasi (gratifikasi).
"Masih ada beberapa perkara yang kami mintakan progres penanganannya, namun meskipun telah lebih dari tiga kali kami bersurat, tidak satupun dijawab Kejari Garut," kata dia.
Asep menyimpulkan, Kejari Garut saat ini lebih memilih menyembunyikan atau menutup hak publik untuk mendapatkan informasi progres penanganan perkara.
"Itu sangat bahaya karena akan ada potensi fraud yang dilakukan oknum Jaksa (penyidiknya) dalam menyalahgunakan wewenangnya sebagai Aparat Penegak Hukum (APH)," ujarnya.
Asep mempertanyakan, jika memang Kejari Garut profesional dalam arti memberikan pelayanan publik sesuai dengan ketentuan hukum, kenapa enggan transparan dalam batasan hukum?.
