Tercatat 160 Ribu Kematian Setiap Tahun : Indonesia Dorong TBC RO Masuk Agenda AMR di Tingkat PBB

17 Mei 2024, 15:00 WIB
menghadiri dengar pendapat pertemuan tingkat tinggi perserikatan bangsa-bangsa tentang Resistensi Antimikroba atau Antimicrobial Resistance (AMR) di New York, Amerika Serikat. /Istimewa/STPI/

PRIANGANINSIDER - Perwakilan Stop Tuberkulosis Partnership Indonesia (STPI) bersama dengan Stop TB Partnership (STP) global dan perwakilan negara lain yang bekerja dalam upaya penanggulangan Tuberkulosis (TBC) menghadiri dengar pendapat pertemuan tingkat tinggi perserikatan bangsa-bangsa tentang Resistensi Antimikroba atau Antimicrobial Resistance (AMR) di New York, Amerika Serikat.

Baca Juga: Ngeri! Ikan Cupang Terjual Hingga 1000 Dolar, Dibeli Kolektor Luar Negeri Harga termahal di Tahun 2024

Dalam pertemuan tersebut, STPI bersama perwakilan Stop TB Partnership lainnya menyampaikan pentingnya memasukkan upaya penanggulangan TBC Resisten Obat (RO) sebagai bagian dan target dari upaya penanggulangan AMR. Salah satu delegasi Indonesia, Nurul Luntungan selaku Ketua Yayasan STPI mengungkapkan

“Integrasi antara isu TBC RO dan AMR tidak hanya akan membawa manfaat bagi sistem kesehatan, tapi terutama untuk orang yang terdampak dengan situasi ini. Sangat disayangkan bahwa upaya untuk bekerja dengan pendekatan sistem yang lebih efisien harus terbentur oleh kebijakan global yang tidak terfragmentasi.

Baca Juga: Ini Sebabnya, Jemaah Haji Mesti Hindari Kontak dengan Unta

Komitmen politik terkait AMR pada UN-HLM 2024 ini diharapkan dapat memberikan solusi pada situasi ini dengan memasukkan TBC RO sebagai bagian penting dalam penanggulangan AMR,” tutur Nurul.

Perlu diketahui Resistensi Antibiotik, terjadi akibat evolusi bakteri yang menyebabkan tidak efektifnya pengobatan antibiotik. AMR merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap kesehatan masyarakat global saat ini. Resistensi antimikroba, menyebabkan 4,9 juta kematian selama tahun 2019, mempengaruhi kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan kesehatan lingkungan di sekitarnya.

Baca Juga: Ini Sebabnya, Jemaah Haji Mesti Hindari Kontak dengan Unta

Tanpa adanya intervensi yang serius, jumlah kematian akibat AMR diperkirakan akan terus meningkat hingga 10 juta jiwa per tahun pada tahun 2050, melampaui kematian yang disebabkan penyakit jantung, kanker dan diabetes. Tidak efektifnya pengobatan infeksi pada negara berpendapatan rendah diperkirakan memicu kehilangan 5% GDP, mendorong 28 juta orang masuk dalam kemiskinan pada tahun 2050.

Stop TB Partnership Indonesia sebagai lembaga yang terus berupaya memberantas Tuberkulosis melalui kemitraan lintas sektor, melihat peluang dari pertemuan ini untuk memperkuat upaya menanggulangi Tuberkulosis Resisten Obat (TBC-RO),

Baca Juga: Ketua BPD Jatiwangi Diduga Provokasi Warga Untuk Tutupi Ketelibatannya dalam Kasus KKN

“Sekitar 160 ribu kematian setiap tahunnya disebabkan TBC RO, yang juga merupakan bentuk resistensi antibiotik akibat evolusi bakteri Mycobacterium Tuberculosis, pada obat TBC lini pertama. Maka dari itu kami mendorong agar polemik dari TBC-RO bisa masuk kedalam agenda penanggulangan Resistensi Antimikroba, agar kita memiliki strategi yang tidak terfragmentasi dan efisien untuk mengentaskan masalah ini” terang Nurul.

Sebagai gambaran pada tahun 2015, World Health Organization (WHO) menerbitkan ‘Global Action Plan on Antimicrobial Resistance’ (GAP AMR) yang disahkan pada pertemuan 68th World Health Assembly (WHA) di Geneva, Swiss. Sasaran rencana aksi global ini adalah menangani masalah resistensi antimikroba, termasuk resistensi antibiotik dan antibiotik yang cenderung mengalami resistensi tercepat.

Baca Juga: Ketua BPD Jatiwangi Diduga Provokasi Warga Untuk Tutupi Ketelibatannya dalam Kasus KKN

Pada tahun 2016, WHO International Health Regulation (IHR) membentuk Joint External Evaluation (JEE) Tools untuk melakukan monitoring dan evaluasi di 19 area teknis, termasuk pencegahan AMR. Rekomendasi JEE untuk negara Indonesia tahun 2017 mencakup beberapa aspek termasuk pembentukan komite antar kementerian untuk mengimplementasi Rencana Aksi Nasional (RAN) AMR secara komprehensif.

Sayangnya, tidak ada kebijakan tingkat global terkait AMR yang dikeluarkan WHO memasukkan TBC RO untuk diturunkan dalam kebijakan tingkat regional maupun nasional.

Sebagai dampaknya, RAN Pengendalian Resistensi Antimikroba 200 -2024 yang dikeluarkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan dan Kebudayaan Republik Indonesia pun tidak memiliki target terkait penanggulangan TBC RO. Padahal TBC RO merupakan bagian dari resistensi antimikroba yang terus meningkat. Hal ini juga turut menjadi sorotan Nurul.

Baca Juga: Bahaya Deforestasi, Dampak dan Solusi untuk Selamatkan Hutan Dunia

“Rencana Aksi Global WHO tentang AMR, dan Alat Evaluasi Eksternal Bersama IHR, keduanya tidak memasukkan TBC sebagai bagian penting dan saling bergantung dari tujuan dan target strategis AMR. Ini menciptakan ketidaksesuaian, fragmentasi, dan ketidakefisienan dalam sistem kesehatan di tingkat negara dan pelaksanaannya” terang Nurul

“Integrasi antara TB dan AMR akan saling menguntungkan sistem kesehatan negara dan orang-orang yang terdampak oleh situasi tersebut. Sangat disayangkan bahwa kebijakan global menjadi penghalang dari apa yang dibutuhkan di tingkat negara” tambah Nurul

Salah satu delegasi dari Afrika Barat, staf bagian kesehatan Nigeria menuturkan

Baca Juga: Mengenang Kejayaan Tanaman Hias Termahal Tahun 2000-an

“Jumlah penderita TB resisten obat meningkat sementara yang menerima perawatan tetap rendah. Deklarasi politik yang kuat diperlukan untuk meningkatkan kesadaran akan hubungan ini" tutur beliau
Dilain sisi Duta Besar Polandia untuk PBB, Krzysztof Szczerski, menyatakan apresiasinya atas kepemimpinan Indonesia dalam membentuk Aliansi ini dia menambahkan

“awal tahun 2024 adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan upaya, terutama setelah adopsi Deklarasi Politik PBB untuk memerangi TB pada tahun 2023 lalu”

Maka dari itu rapat dengar pendapat pertemuan tingkat tinggi perserikatan bangsa-bangsa kali ini, dimana peserta yang hadir mendapat kesempatan untuk berbagi pandangan terhadap prioritas kunci dalam rapat tingkat tinggi dan deklarasi politik, serta mengelaborasi tantangan dan solusi potensial untuk menyelesaikan masalah AMR di tingkat nasional, regional, dan global, Nurul Luntungan menegaskan dalam pidatonya

Baca Juga: Seni, Sejarah, dan Filosofi di Balik Tajamnya Pedang Katana

“Saya, mewakili suara dari negara-negara yang menghadapi frustasi serupa, mendesak deklarasi politik AMR untuk mengakui TB resisten obat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari komitmen global untuk memerangi AMR.

Hal ini untuk memasukkan langkah-langkah yang terbukti mencegah dan mengobati TB Resisten Obat sebagai bagian dari intervensi strategis, dimana kita harus konsisten, tidak diskriminatif, dan efisien dalam sumber daya dalam strategi untuk memerangi AMR, tutup Nurul.(***)

Editor: Roni Hidayat

Tags

Terkini

Terpopuler